• Profil
  • Pelatihan dan Sertifikasi
    • Sertifikasi BNSP
    • Sertifikasi Kemnaker
  • Artikel
  • Jadwal
  • Pendaftaran
    • Profil
    • Pelatihan dan Sertifikasi
      • Sertifikasi BNSP
      • Sertifikasi Kemnaker
    • Artikel
    • Jadwal
    • Pendaftaran
  • info@mawisaranasamawi.com
  • 08112647478
Jasa Konsultan dan Pelatihan K3
Jasa Konsultan dan Pelatihan K3
  • Profil
  • Pelatihan dan Sertifikasi
    • Sertifikasi BNSP
    • Sertifikasi Kemnaker
  • Artikel
  • Jadwal
  • Pendaftaran

Gap Analysis pada Penerapan SMK3 Studi Kasus Kecelakan Pesawat Sukhoi di Gn. Salak

Pendahuluan

Keberhasilan pelaksanaan SMK3 berfokus pada efektivitas SMK3 itu sendiri, selain itu implementasi di tempat kerja. Ada dua alasan untuk  menilai keberhasilan SMK3 yaitu: Pertama, telah diantisipasi bahwa untuk beberapa hal mungkin hanya mengukur dari SMK3 , bukan dari dampaknya di tempat kerja. Kedua, mengumpulkan informasi pelaksanaan sebagai upaya memungkinkan seseorang untuk membedakan dua kemungkinan yang timbul karena tidak adanya efek : kurangnya intervensi  dan buruknya implementasi intervensi. Hal ini  dapat menyebabkan intervensi yang disusun dapat  gagal jika diimplementasikan dengan buruk. Evaluasi inisiatif SMK3 bisa mengukur implementasi dengan mengukur perubahan dalam struktur dan proses eksternal  ke tempat kerja .

Sebelumnya baca : Overview SMK3

Ada tiga alasan perlunya program-program keselamatan kerja menurut Ahli keselamatan kerja Willie Hammer yang dikutip dari Moekijat (1999:142) mengatakan bahwa program-program keselamatan kerja diselenggarakan karena tiga alasan pokok yaitu moral, hukum, dan ekonomi.

Jika pelaksanaan SMK3 di suatu organisasi tidak berjalan baik maka akan terjadi Gap dan harus dilakukan gap analisys atau analis kesenjangan juga merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam tahapan perencanaan maupun tahap evaluasi kerja. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan dalam pengelolaan manajemen internal suatu lembaga. Secara harfiah gap mengidentifikasikan adanya suatu perbedaan (disparity) antara satu hal dengan hal lainnya. (Yoki Muchsam, Falahah, Galih Irianto Saputro, 2011).

 Dalam kondisi umum, kinerja suatu perusahaan atau institusi dapat tercermin dalam sistem operasional maupun strategi yang digunakan oleh institusi tersebut. Secara singkat, gap analisys bermanfaat untuk:

  1. Menilai seberapa besar kesenjangan antara kinerja aktual dengan suatu standar kerja yang diharapkan
  2. Mengetahui peningkatan kinerja yang diperlukan untuk menutup kesenjangan tersebut, dan
  3. Menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan terkait prioritas dan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi standar pelayanan yang telah ditetapkan.

Cooper & Phillips (2004) melakukan penelitian untuk mengukur iklim K3 di, indikator yang digunakan antara lain adalah perilaku manajemen perusahaan terhadap K3, tindakan yang dilakukan manajemen perusahaan terhadap hal yang terkait dengan K3 dan pentingnya training mengenai K3.

Studi Kasus Kecelakaan Pesawat Sukhoi

Kronologis

Pesawat Sukhoi RRJ-95B dengan nomor registrasi 97004 dan nomor penerbangan RA 36801 pada tanggal 9 Mei 2012 melakukan uji coba penerbangan yang kedua kalinya sesuai jadwal.

Pesawat ini ditumpangi oleh 2 pilot, satu navigator, satu ahli uji terbang, dan 41 penumpang. Empat puluh satu penumpang itu terdiri dari 4 personil Perusahaan Pesawat Sipil Sukhoi (SCAC), satu personil produsen mesin (SNECMA), dan 36 penumpang undangan (termasuk satu warga negara Amerika, satu warga Perancis dan 34 WNI).

Rencana uji terbang tahap kedua ini berangkat dari Bandara Udara Internasional Halim Perdana Kusumah menuju Pelabuhan Ratu hingga kembali ke Bandara Halim dengan ketinggian sekitar 10.000 kaki, perkiraan waktu yang dibutuhkan sekitar 30 menit dan waktu penerbangan maksimal 4 jam. Penerbangan berlalu sesuai rencana dan ijin dari Menara Pengatur Lintas Udara (ATC) untuk melakukan putaran 200 HLM VOR setelah mencapai 2000 kaki lalu beranjak ke 10.000 kaki.

Setelah pilot melakukan kontak untuk memberitahukan penerbangan tersebut, maka Pengontrol Udara Jakarta menjawab bahwa penerbangan telah diidentifikasi pada layar radar dan memerintahkan pesawat untuk mempertahankan 10.000 kaki dan terus ke daerah. Pilot mengakui instruksi ATC.

Pada 0726 UTC, pilot menghubungi Pengontrol Udara Jakarta dan meminta untuk turun ke 6.000 kaki. Pengontrol Udara Jakarta meminta pilot untuk mengulangi permintaan. Pilot mengulangi permintaan untuk turun ke 6.000 kaki. Selanjutnya, Pengontrol Udara Jakarta merespon dan mengakui permintaan dengan membalas ‘6, 000 disalin ‘. Pilot menjawab: “Turun ke 6.000 kaki”.

Kejadian kecelakaan terjadi tepatnya 22 menit setelah melalui komunikasi pada 0728 UTC dimana pilot menghubungi Pengontrol Udara Jakarta untuk mendapatkan orbit yang tepat. Pengontrol Udara Jakarta menyetujui penerbangan untuk membuat orbit ke kanan pada 6.000 kaki,  berdasarkan informasi dari pengontrol udara bahwa tampilan radar menunjukkan pesawat itu berada di sekitar 6000 kaki diatas Area Latihan Atang Sanjaya WI (R) ketika meminta orbit.

Berdasarkan laporan harian Layanan Operasi Lintas Udara, pengontrol udara menyadari bahwa pesawat tersebut hilang dari monitor radar pada 0750 UTC.

Lokasi pesawat dapat diidentifikasi esok harinya pada 10 Mei 2012. Menurut laporan BASARNAS, reruntuhan pesawat ditemukan di punggung Gunung Salak di sekitar 6.000 kaki. Titik kecelakaan berada di koordinat 06 ° 42 ’36 “S 106 ° 44′ 41” E atau radial 198 dari HLM VOR pada 28 Nm. Pesawat menabrak pada derajat kemiringan punggung bukit 85 derajat.

Penyebab

Penyebab terjadinya kecelakaan tersebut adalah:

  • Pesawat terbang terlalu rendah pada lokasi pegunungan, dibawah ketinggian yang ditetapkan
  • Pesawat terbang keluar jalur orbit yang direncanakan

Kesimpulan

Kegiatan penerbangan pesawat Sukhoi RRJ-95B bukan merupakan penerbangan reguler/rutin atau komersil. Penerbangan ini bersifat demonstrasi. Walaupun bukan penerbangan rutin tetapi prosedur dan pengorganisasian proses terlaksananya penerbangan tetap sama dengan penerbangan rutin hanya jalur terbang yang digunakan berbeda.

Jika kita kelompokkan pengorganisasiannya maka dari hasil laporan investigasi KNKT ditemukan beberapa informasi berikut :

  • Manajemen :
    • Tidak ada masalah dengan perijinan kegiatan
    • Semua syarat khususnya administrasi sudah terpenuhi
    • Sudah dilakukan sesuai prosedur
    • Peta navigasi yang tersedia di pesawat tidak menunjukkan bahwa lokasi terbang melewati daerah pegunungan.
    • Flight Data Officer (FDO)di jakarta mencatat jenis pesawat pada data penerbangan di Filght Data Edit Display (FDED)sebagai pesaat tempur Sukhoi 30 (Su-30), bukan pesawat komersil Sukhoi RRJ-95B
    • Informasi daerah gunung Salak dan sekitarnya belum dimasukkan ke dalam sistem radar jakarta, maka MSAW tidak memberikan peringatan apapun ke controller. Karena daerah tersebut bukan jalur penerbangan reguler.
  • Engineering :
    • Tidak ada permasalahan pada pesawat
    • Tidak ada permasalahan pada peralatan monitoring di ATC atau crew darat maupun di dalam kokpit pesawat.
  • Human :
    • Pilot dan crew sudah berpengalaman dibidangnya, tidak ada masalah dengan kurangnya kompetensi
    • Crew darat yang juga sudah berpengalaman
    • Permintaan crew pesawat untuk turun ke ketinggian 6000 feet disetujui oleh ATC, sedangkan Minimum Sector Altitude (MSA) adalah 6900 feet
    • Crew pesawat yang tidak menyadari lokasi terbang di daerah pegunungan
    • Ditemukan banyak terjadi perbincangan yang tidak ada hubungannya dengan proses terbang didalam kokpit
    •  Crew pesawat mengabaikan peringatan dari TAWS, menduga terjadi kesalahan pembacaan pada TAWS
    • Kurangnya informasi pilot terhadap jalur terbang sehingga pilot dapat terpengaruh informasi yang diberikan penumpang yang berada pada jump seat di ruang kokpit (potential costumer, karena ini penerbangan demo)

Dari hasil beberapa temuan investigasi KNKT (NTSC) tersebut didapatkan 3 faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan pesawat sukhoi tersebut, yakni :

  1. Kondisi pegunungan pada jalur yang dilalui tidak disadari pilot yang tidak mengindahkan peringatan dari Sistem TAWS (Terrain Avoidance and Warning System) karena menduga TAWS membaca database dan informasi yang didapat dari potential costumer (orang Indonesia) mengatakan kalau daerah tersebut datar, itu terjadi pada saat demonstrasi mengaktifkan TAWS sebelum pesawat keluar orbit. Pilot dan petugas lebih mempercayai informasi tersebut serta mengabaikan dan mematikan  peringatan TAWS yang bahkan hampir tujuh kali untuk segera memperbaiki posisi terbang pesawat disaat 38 detik menuju kecelakaan fatal (kematian) tersebut.
  2. Pengalihan perhatian dari kru pesawat yang mengurangi kewaspadaan pilot dan petugas akan keluarnya pesawat dari orbit dan peringatan yang terus berbunyi.
  3. Belum memadainya sistem deteksi ketinggian dan pengatur arah (Minimum Safe Altitude Warning) dari Pengendali Lintas Udara Jakarta khususnya di sekitar Gunung Salak karena bukan merupakan jalur komersial, tetapi tidak ada satupun informasi yang diberikan kepada pilot bahma jalur penebangan akan melalui daerah pegunungan.

Berdasarkan dari studi kasus yang dibahas, terlihat bahwa antara System Management, Engineering maupun Human tidak terintegrasi dengan baik:

Kasus Sukhoi disimpulkan bahwa dari seluruh proses pengorganisasian untuk terlaksananya penerbangan demontrasi ini terjadi gap yang paling utama adalah pada manusianya (human error), dalam hal ini pilot dan crew pesawat melakukan kelalaian diluar prosedur yang semestinya, dengan mengabaikan warning system pesawat dan lebih mempercayai informasi orang lain diluar system (potential costumer).

Banyak melakukan perbincangan yang tidak ada hubungannya dengan proses penerbangan selama di dalam kokpit sehingga mengganggu konsentrasi yang mengakibatkan pesawat terbang keluar dari orbitnya. Bisa jadi disebabkan terlalu percaya diri akan kemampuan dan pengalaman (penerbangan demonstrasi, harus menguasai produk yang dipamerkan, dan ini penerbangan yang kedua) sehingga tanpa sadar mengabaikan hal-hal yang seharusnya menjadi perhatian utama.

Maka untuk preventif maupun solusi dari gap tersebut perlu penguatan pada fase input SMK3 dengan cara membangun kembali komitmen dari manajemen dan seluruh karyawan untuk mematuhi semua aturan yang telah ditetapkan, melakukan review dan briefing terkait dengan tanggung jawab dan peran karyawan. Selain itu penilaian secara kontinu terhadap fase proses dan fase output perlu dilakukan untuk menjamin keseluruhan kegiatan berjalan dengan aman dan selamat.

Referensi

  • National Transportation Safety Committee, Ministry of Transportation Republic of Indonesia . (2012). final KNKT.12.05.09.04, Aircraft Accident Investigation, Sukhoi Civil Aircraft Company, Sukhoi RRJ-95B;97004, Mount Salak, West Java, Republic of Indonesia, May 9, 2012.Jakarta.
  • Cooper, M.D. & Phillips, R.A. (2004). Exploratory analysis of the safety climate and safety behavior relationship. Journal of Safety Research
  • Moekijat. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia (Manajemen Kepegawaian). CV. Mandar Maju : Bandung

Tags: ahli k3ahli k3 umumAhli K3 Umum BNSPInvestigasi Kecelakaan Kerjakonsultan k3OHSMSpelatihan k3Pelatihan K3 MigasPelatihan K3 Umumsertifikasi k3sertifikasi k3 migasSMK3

Mawi Sarana Samawi

Admin website jasa pelatihan dan sertifikasi K3 di Indonesia

  • Next Overview Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

  • Gap Analysis pada Penerapan SMK3 Studi Kasus Kecelakan Pesawat Sukhoi di Gn. Salak
  • Overview Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
  • Apa Itu Toksikologi Industri?
  • Sekilas Tentang Process Hazard Analysis (PHA)
  • K3 Bekerja di Ketinggian

Pelatihan K3

PT Mawi Sarana Samawi merupakan perusahaan bidang jasa konsultan dan pelatihan K3 bagi perusahaan swasta, perorangan, maupun pemerintahan. Seluruh gambar yang ditampilkan di website ini diunduh melalui Freestockcenter

© Copyright 2025. All Rights Reserved.