• Profil
  • Pelatihan dan Sertifikasi
    • Sertifikasi BNSP
    • Sertifikasi Kemnaker
  • Artikel
  • Jadwal
  • Pendaftaran
    • Profil
    • Pelatihan dan Sertifikasi
      • Sertifikasi BNSP
      • Sertifikasi Kemnaker
    • Artikel
    • Jadwal
    • Pendaftaran
  • info@mawisaranasamawi.com
  • 08112647478
Jasa Konsultan dan Pelatihan K3
Jasa Konsultan dan Pelatihan K3
  • Profil
  • Pelatihan dan Sertifikasi
    • Sertifikasi BNSP
    • Sertifikasi Kemnaker
  • Artikel
  • Jadwal
  • Pendaftaran

INDUSTRIAL SAFETY

Pendahuluan

Keselamatan merupakan hal yang esensial mengingat kecelakaan dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Hal yang menjadi perhatian utama adalah kecelakaan kerja diindustri yang terus disorot oleh publik. Hakikatnya, keselamatan merupakan hak setiap orang, yang artinya setiap orang juga turut bertanggung jawab atas keselamatan itu sendiri. Keselamatan, khususnya keselamatan industri telah berkembang di Indonesia dengan beragam implementasi sesuai dengan jenis dan skala industri. Secara regulasi, keselamatan kerja telah menjadi mandat dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja sehingga keselamatan kerja adalah hal yang wajib untuk dipenuhi dalam industri termasuk sektor publik. Suatu pelajaran yang telah banyak dialami oleh adanya kecelakaan kerja di industri adalah munculnya kerugian, baik langsung maupun tidak langsung, sebagai dampak yang berujung pada kerugian properti hingga kematian. Oleh karena itu, perlu dikaji sejauh mana pelaksanaan keselamatan industri ini, faktor dasar, tantangan serta solusi yang dapat menjadi way out dalam meningkatkan pelaksanaan keselamatan industri.

Definisi Industri

Istilah industri sering diidentikkan dengan kegiatan manusia yang berhubungan dengan mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut pengertian industri sering disamakan dengan kegiatan manufaktur. Padahal pengertian industri sangatlah luas, seperti yang dijelaskan pada UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yaitu industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Berdasarkan UU No. 5 tahun 1984 diatas diketahui bahwa pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Perkembangan industri terjadi setelah adanya revolusi industri yang dimulai pada abad ke-17 hingga akhir abad ke-18 yang merubah tenaga manusia menjadi tenaga mekanik atau mesin dalam rangka mencapai tingkat produktivitas yang lebih baik.

Perkembangan selanjutnya dalam industri yakni memasukan kecerdasan buatan tertentu pada mesin. Dengan kecerdasan buatan ini, mesin atau peralatan sudah mulai tidak menggunakan bantuan manusia secara keseluruhan, akan tetapi terprogram untuk menjalankan pekerjaannya sendiri dengan menerapkan sejumlah kecerdasan seperti pengendalian numerik (numeric control), dan melakukan pekerjaan dengan otomatis (automation), keseragaman produk (variety).

Klasifikasi Industri

Industri modern baik industri manufaktur maupun industri jasa selalu memiliki karakteristik atau pemusatan dalam proses produksi pada satu jenis produk yang akan dihasilkan. Sehingga setiap perusahaan akan saling berhubungan dan akan saling memberikan informasi mengenai apa yang menjadi peluang pasar, disamping itu biaya produksi bisa menjadi lebih rendah dan kualitas produk dapat lebih terjaga. Karakteristik industri modern ini lebih dikenal dengan sebutan spesialisasi. Spesialisasi bukan hanya berlaku pada karakteristik dari suatu industri, melainkan pada tingkat pekerja yang juga memiliki spesialisasi dalam hal keterampilan yang dilatarbelakangi oleh pendidikan dan pelatihan yang telah dilalui oleh pekerja.

  1. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Indonesia No.19/M/I/1986 Industri dibedakan menjadi:
    • Industri Kimia Dasar (IKD)
      Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan: modal yang besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun industri yang termasuk kelompok IKD adalah sebagai berikut:
      • Industri kimia organik, misalnya: industri bahan peledak dan industri bahan kimia tekstil.
      • Industri kimia anorganik, misalnya: industri semen, industri asam sulfat, dan industri kaca.
      • Industri agrokimia, misalnya: industri pupuk kimia dan industri pestisida.
      • Industri selulosa dan karet, misalnya: industri kertas, industri pulp, dan industri ban.
    • Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)
      Industri ini merupakan industri yang mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat atau rekayasa mesin dan perakitan. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut: Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, Industri alat-alat berat/konstruksi, Industri mesin perkakas, Industri elektronika, misalnya: radio, Industri mesin listrik, misalnya: generator; Industri kereta api, Industri kendaraan bermotor, Industri pesawat, Industri logam dan produk dasar, misalnya: industri besi baja, industri alumunium; Industri perkapalan dan Industri mesin dan peralatan pabrik.
    • Aneka Industri (AI)
      Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan bermacam-macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut: Industri tekstil, Industri alat listrik dan logam, Industri kimia, Industri pangan, Industri bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian, kayu lapis, dan marmer.
    • Industri Kecil (IK)
      Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja sedikit, dan teknologi sederhana.
    • Industri Pariwisata
      Industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa: wisata seni dan budaya, wisata pendidikan, wisata alam, dan wisata kota.
  2. Klasifikasi industri berdasarkan jumlah tenaga kerja
    Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
    • Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya.
    • Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara.
    • Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu.
    • Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemapuan dan kelayakan (fit and proper test).
  3. Klasifikasi industri berdasarkan besar kecil modal
    Jenis industri ini terdiri dari:
    • Industri padat modal adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya
    • Industri padat karya adalah industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya.
  4. Klasifikasi industri berdasarkan tempat bahan baku
    Industri berdasarkan tempat bahan baku, teridiri dari:
    • Industri ekstraktif adalah industri yang bahan bakunya diambil langsung dari alam sekitar. Contoh: pertanian, perkebunan, pertambangan dan lain lain.
    • Industri nonekstraktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar.
    • Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya. Contoh : Asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya.
  5. Klasifikasi industri berdasarkan produksi yang dihasilkan
    Berdasarkan produksi yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:
    • Industri primer, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang tidak perlu pengolahan lebih lanjut. Barang atau benda yang dihasilkan tersebut dapat dinikmati atau digunakan secara langsung
    • Industri sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum dinikmati atau digunakan.
    • Industri tertier, yaitu industri yang hasilnya tidak berupa barang atau benda yang dapat dinikmati atau digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung, melainkan berupa jasa layanan yang dapat mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat.
  6. Klasifikasi industri berdasarkan bahan mentah
    Berdasarkan bahan mentah yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
    • Industri pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang diperoleh dari hasil kegiatan pertanian.
    • Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang berasal dari hasil pertambangan.
    • Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan yang dapat mempermudah dan meringankan beban masyarakat tetapi menguntungkan.
  7. Klasifikasi industri berdasarkan lokasi unit usaha
    Berdasarkan pada lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi:
    • Industri berorientasi pada pasar (market oriented industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.
    • Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya.
    • Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industry), yaitu industri yang didirikan dekat atau ditempat pengolahan.
    • Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di tempat tersedianya bahan baku.
    • Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industry), yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja.
  8. Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi
    Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi:
    • Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain.
    • Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen.
  9. Klasifikasi industri berdasarkan barang yang dihasilkan
    Berdasarkan barang yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:
    • Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat produksi lainnya.
    • Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang siap pakai untuk dikonsumsi.
  10. Klasifikasi industri berdasarkan modal yang digunakan
    Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
    • Industri dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN), yaitu industri yang memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau pengusaha nasional (dalam negeri).
    • Industri dengan penanaman modal asing (PMA), yaitu industri yang modalnya berasal dari penanaman modal asing.
    • Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu industri yang modalnya berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan PMA.
  11. Klasifikasi industri berdasarkan cara pengorganisasian
    Cara pengorganisasian suatu industri dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: modal, tenaga kerja, produk yang dihasilkan, dan pemasarannya. Berdasarkan cara pengorganisasianya, industri dapat dibedakan menjadi:
    • Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relatif kecil, teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari 10 orang biasanya dari kalangan keluarga, produknya masih sederhana, dan lokasi pemasarannya masih terbatas (berskala lokal).
    • Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relative besar, teknologi cukup maju tetapi masih terbatas, pekerja antara 10-200 orang, tenaga kerja tidak tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas (berskala regional).
    • Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal sangat besar, teknologi canggih dan modern, organisasi teratur, tenaga kerja dalam jumlah banyak dan terampil, pemasarannya berskala nasional atau internasional.

Proses Produksi dalam Industri

Dalam sebuah industri ada suatu rangkaian kegiatan utama yang disebut proses produksi, secara umum diketahui proses poduksi yaitu kegiatan membuat atau mengolah suatu barang atau jasa menjadi produk jadi agar lebih bermanfaat dan bernilai jual dengan melibatkan faktor pekerja, mesin, bahan baku, dan biaya. Semua faktor tersebut harus dapat bekerja seimbang sesuai kebutuhan untuk dapat menghasilkan produk yang diinginkan.

Gambaran Hazard di Industri

Kegiatan industri tentu berpotensi menimbulkan hazards yang dapat memajan pekerja dan berisiko menimbulkan kerugian. Hazard yang dominan muncul dalam proses produksi di industri, antara lain:

  1. Physical hazards: suara bising, radiasi, getaran, temperatur
  2. Chemical hazards: zat beracun, debu, uap berbahaya
  3. Mechanical hazards: mesin, alat-alat bergerak
  4. Electrical hazards: arus listrik, percikan bunga api listrik
  5. Ergonomic hazards: ruangan sempit, mengangkat, posisi yang buruk
  6. Behavioral hazards: tidak mematuhi peraturan, kurangnya ketrampilan kerja
  7. Environmental hazards: cuaca buruk, api, berkerja di tempat tak rata
  8. Biological hazards: virus, bakteri, jamur, parasit
  9. Psychosocial hazards: waktu kerja yang terlalu panjang, tekanan atasan, trauma

Permasalahan dan Dampak dalam Industri

Safety workplace merupakan salah satu faktor utama yang sering didengung-dengungkan oleh industri beberapa tahun terakhir ini. Kesadaran akan pentingnya safety ini didasari oleh keadaan di mana suatu investasi yang telah dilakukan, yang umumnya bernilai besar pada suatu pabrik/plant, dapat hilang atau rusak akibat adanya kelalaian dalam pengoperasian atau kelalaian terhadap safety procedure yang ada dan juga dapat membahayakan para pekerja.

Safety procedure yang berlaku di suatu industri berbeda dengan di industri lainnya. Contohnya safety procedure pada perusahaan manufaktur berbeda dengan yang diberlakukan pada perusahaan minyak, perusahaan kimia, konstruksi, perusahaan pembuatan sepatu, dan seterusnya. Hal ini berkaitan dengan proses kerja yang melibatkan bahan-bahan baku, peralatan, dan jenis pekerjaan yang tentu berbeda di masing-masing jenis industri.

Untuk menjalankan program safety, setiap perusahaan dituntut untuk melakukan analisis terhadap besarnya sumber bahaya yang ada di tempat kerja, melakukan risk assessment, sehingga dapat melakukan evaluasi dan pengendalian terhadap sumber bahaya. Setiap tahapan yang dilakukan tentu membutuhkan biaya (cost) yang cukup besar. Perusahaan dituntut untuk mengalokasikan biaya yang cukup besar untuk kegiatan ini dan menjadikannya alasan utama mengapa banyak perusahaan yang belum secara benar menerapkan aturan keselamatan dan kesehatan kerja. Padahal apabila terjadi kecelakaan kerja, perusahaan harus mengeluarkan biaya yang secara materil dan imateril jauh lebih besar dan memberikan kerugian (loss) terhadap perusahaan.

Di samping itu standar keselamatan kerja di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia masih lebih rendah di bandingkan di negara maju. Hal ini yang menyebabkan jumlah kasus kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan akibat kerja di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan di negara maju. Khusus di Indonesia, aturan penerapan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja masih belum ketat sehingga masih banyak ditemukan perusahaan yang belum menerapkan K3 bagi karyawan di tempat kerjanya

Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO) setiap hari sebanyak 6300 pekerja meninggal akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja sebanyak 2,3 juta kematian per tahun. Sebanyak 317 juta kejadian kecelakaan terjadi di tempat kerja setiap tahunnya. Beban biaya harian yang harus ditanggung perusahaan akibat penerapan kesehatan dan keselamatan kerja yang buruk diperkirakan sebesar 4% dari Gross Domestic Product (GDP). Khusus di Indonesia pada tahun 2011, tercatat 96.314 kasus kecelakaan dengan korban meninggal 2.144 orang dan mengalami cacat sebanyak 42 orang. Jumlah kejadian kecelakaan ini tentu saja dibarengi dengan kerugian materil yang dialami oleh perusahaan.

Kesadaran akan pentingnya safety ini didasari oleh keadaan di mana suatu investasi yang telah dilakukan, yang umumnya bernilai besar pada suatu pabrik/plant, dapat hilang atau rusak akibat adanya kelalaian dalam pengoperasian atau kelalaian terhadap safety procedure yang ada yang juga dapat membahayakan para pekerja.

Kecelakaan berdampak bagi pekerja maupun perusahaan tempat bekerja. Berdasarkan tingkat keparahan yang dialami pekerjanya, kecelakaan terbagi menjadi:

  1. Reportable accident (keparahan kategori I)
    Pada tingkat ini keparahan yang diderita pekerja menyebabkan pekerja kehilangan hari kerjanya selama 3 hari (tidak dihitung hari pada saat mengalami kecelakaan).
  2. Compensated and serious accident (keparahan kategori II)
    Pada kategori ini, akibat yang diterima pekerja bukan hanya kehilangan hari kerja, tapi bisa sampai kehilangan pekerjaannya. Akibatnya perusahaan menyediakan kompensasi yang cukup besar untuk karyawannya akibat kecelakaan yang dialami, misalnya dengan memberikan uang pensiun/pesangon.
  3. Fatal accident (keparahan kategori III)
    Tingkatan paling parah dari terjadinya kecelakaan adalah kematian. Beberapa negara melaporkan fatal accident dengan melaporkan kematian pekerja sampai dengan 30 hari setelah terjadinya kecelakaan.

            Di samping dampak langsung terhapat pekerja, pihak perusahaan juga mengalami kerugian yang tingkatannya terbagi berdasarkan konsekuensi yang paling rendah sampai paling tinggi :

Gambar 1. Level kejadian dan kecelakaan kerja

Industrial Safety

Definisi tentang K3  sendiri  yang dirumuskan oleh ILO/WHO Joint safety and Health Committee, yaitu :

“Suatu upaya  untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahtaraan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan,  penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologi; dan diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada jabatannya.”

Dalam terminologi keselamatan dan kesehatan kerja (K3), bahaya diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu :

  1. Bahaya Keselamatan Kerja (Safety Hazard) Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya kecelakaan yang dapat menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta kerusakan properti perusahaan. Dampaknya bersifat akut. Jenis bahaya keselamatan antara lain :
    • Bahaya Mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik seperti tersayat,   terjatuh,tertindih dan terpeleset.
    • Bahaya Elektrik, disebabkan peralatan yang mengandung arus listrik
    • Bahaya Kebakaran, disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat flammable (mudah terbakar)
    • Bahaya Peledakan, disebabkan oleh substansi kimia yang sifatnya explosive.
  2. Bahaya Kesehatan Kerja (Health Hazard) merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan, menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Dampaknya bersifat kronis. Jenis bahaya kesehatan antara lain:
    • Bahaya fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan non pengion, suhu ekstrim dan pencahayaan.
    • Bahaya Kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan seperti antiseptic, aerosol, insektisida, dust, fumes, gas.
    • Bahaya Ergonomi, antara lain repetitive movement (gerakan berulang), statistic posture, manual handling dan postur janggal.
    • Bahaya Biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang berada di lingkungan kerja yaitu bakteri. Virus, protozoa dan fungi (jamur) yang bersifat pathogen.
    • Bahaya Psikologi, antara lain beban kerja yang terlalu berat, hubungan dan kondisi kerja yang tidak nyaman

Untuk itu safety dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang terbebas dari kecelakaan atau bahaya baik yang dapat menyebabkan kerugian secara material dan spiritual. Penerapan safety pada umumnya berkaitan dengan pekerjaan sehingga safety lebih cenderung diartikan keselamatan kerja. Bahkan saat ini safety sudah tidak dapat dipisahkan dengan kesehatan (Health) dan lingkungan (Environment) atau yang lebih dikenal dengan Safety Health Environment (SHE), ada juga yang menyebutnya Occupational Health & Environment Safety (OH&ES).  Maka secara lebih luas safety dapat diartikan sebagai kondisi dimana tidak terjadinya atau terbebasnya manusia dari kecelakaan, penyakit akibat kerja dan kerusakan lingkungan akibat polusi yang dihasilkan oleh suatu proses industri.

Industrial safety didefinisikan sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk mengelola risiko yang dapat terjadi  pada saat proses industri terkait dengan lingkungan dan melakukan komitmen untuk secara jelas dengan mengidentifikasi jenis hazard serta risiko dalam kaitannya dengan operasi produksi, menilai dari segi kualitas dan kuantitas dan mengatur  manajemen risiko.

Risiko yang dapat terjadi selama proses industri ada 3 jenis risiko : risiko yang berkaitan dengan produk yang kita gunakan, risiko yang terkait dengan proses dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi, dan risiko transportasi yang terkait dengan distribusi hasil proses industri.

Jadi, Industrial safety merupakan system pengendalian bahaya pada proses produksi dengan membuat program keselamatan dan kesehatan kerja yang saling terkait mencakup seluruh proses dari input – proses – output pada suatu industri. Umumnya disebut System Manajemen K3 perusahaan. Manfaat dan tujuan dari sistem pengendalian bahaya pada sektor industri (Industrial safety) adalah mencegah terjadinya loss atau kerugian pada proses produksi baik pada manusia, mesin, material, maupun keterkaitan antara faktor faktor tersebut.

Jika diamati kasus, kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh kombinasi antara kondisi kerja yang tidak aman dan tindakan atau perilaku tidak aman. Jarang sekali terjadi kecelakaan yang semata-mata disebabkan oleh tindakan tidak aman sementara kondisi kerja sangat aman. Kondisi kerja tidak aman misalnya adalah disain dan konstruksi sistem kerja yang buruk,  kerapian dan kebersihan yang buruk, prosedur kerja yang dapat menimbulkan bahaya, instruksi kerja tidak memenuhi standar, kurangnya sistem pengaman pada mesin, perawatan mesin yang kurang baik, mesin yang sudah tua sehingga kinerjanya sudah tidak optimal dan lain sebagainya (DeReamer, 1981).

Kondisi kerja yang tidak aman ini akan memperbesarkan potensi terjadinya tindakan tidak aman dari pekerja. Untuk memperkecil terjadinya tindakan tidak aman dari pekerja maka kondisi kerja harus diperbaiki, maka ada teori yang membahas hubungan antara mesin dengan manusia (DeReamer, 1981) dan teknologi keselamatan dengan faktor manusia (Hoyos, 1998). Kedua teori ini lebih banyak melakukan pendekatan dari sisi teknologi atau kondisi kerja (lingkungan). Teori Hoyos berpedoman pada hirarki sistem keselamatan kerja seperti pada Gambar dibawah.

Tahap pertama   adalah   mengurangi   bahaya dengan cara menggunakan bahan-bahan  yang kurang berbahaya, misalnya menggunakan bahan kimia yang tingkat bahayanya rendah. Jika menggunakan bahan berbahaya tidak dapat dihindari maka dilakukan tahap kedua yaitu dengan memisahkan sumber bahaya dengan manusia, misalnya dengan menggunakan sistem proses yang tertutup, dinding tahan api, tangki tahan tekanan dan temperatur tinggi, dan lain-lain.

Tahap berikutnya adalah memberikan alat pelindung diri dan melengkapi mesin atau peralatan dengan pengaman seperti alarm, tombol darurat, kontrol otomatis untuk mengurangi kontak dengan manusia dan lain-lain.

Gambar 1. Hirarki Pencegahan Kecelakaan Kerja

Selanjutnya tahap terakhir adalah memperbaiki perilaku pekerja dalam melakukan pekerjaan. Meskipun ketiga aspek sebelumnya sudah dilaksanakan, namun apabila pekerja tidak mematuhi peraturan yang ada, seperti  menggunakan alat pelindung diri, menempatkan bahan baku sesuai dengan kategori yang sudah ditentukan, melakukan pengamatan secara benar dan baik terhadap parameter proses dan lain-lain, maka potensi terjadinya kecelakaan kerja masih besar.

Tujuan yang paling penting dari peningkatan kondisi atau lingkungan kerja yang aman adalah mengurangi kemacetan, tekanan dan ketegangan dari alur proses kerja. Beberapa program yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi kerja adalah disain mesin atau peralatan, perawatan mesin, tata letak, metode proses, pencahayaan, pemanasan, ventilasi, sistem pertukaran udara, peredam suara dan lain-lain (DeReamer, 1981).

Pada pelaksanaannya, tidak semua perusahaan industri memiliki system manajemen K3 khusus nya industri menengah dan kecil, bahkan ada industri besar yang sudah memiliki system tetapi belum bisa menerapkannya secara optimal. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:

  • Biaya
    Perusahaan butuh biaya tambahan untuk dapat melaksanakan system K3 dengan baik, misal harus mengeluarkan biaya dalam penyediaan peralatan keselamatan, fire extinguisher, apd, dll. Ini akan dirasa berat bagi industri kecil dengan dana yang terbatas
  • Sumber daya manusia
    Dibutuhkan sumber daya manusia yang berkompetensi dalam hal K3
  • Komitmen
    Dibutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh orang yang terlibat di industri tersebut untuk melaksanakan program K3 dengan baik
  • Kontrol dan evaluasi
    Kurangnya kontrol dan evaluasi terhadap pelaksanaan system K3 baik itu dari dalam perusahaan industri maupun dari eksternal dalam hal ini pemerintahan sebagai pembuat regulasi.

Penyebab Dasar (Basic Cause) dalam Industrial Safety

Berdasarkan konsep industrial safety dengan berbagai permasalahan dan dampak yang muncul dalam industri dalam skala besar, terdapat beberapa basic causes yang mempengaruhi implementasi industrial safety tersebut, antara lain:

  1. Masih adanya berbagai pandangan dan kesadaran yang belum sesuai terhadap safety, seperti:
    • Safety merupakan tanggung jawab unit tertentu (misalnya HSE) sehingga merasa safety bukan suatu tanggung jawab bersama.
    • Kecelakaan terjadi karena nasib buruk dan musibah, perilaku yang berisiko biasa dilakukan dan sangat jarang terjadi celaka.
    • Kecelakaan tetap terjadi meskipun telah menjalankan safety,penyebab kecelakaan adalah perilaku pekerja. Masih cenderung mencari kambing hitam saat terjadi kecelakaan.
    • Peraturan mengenai keselamatan kerja sangat banyak, perlu banyak tenaga, waktu dan biaya untuk memenuhinya.
  2. Orientasi terhadap produksi sangat tinggi dan biaya untuk safety
    Pihak manajemen perusahaan besar masih banyak yang berorientasi pada produksi sehingga tidak mengutamakan unsur keselamatan, misalnya:
    • Menyangkut dengan tenggat waktu suatu proses produksi itu sendiri, karena kadang dianggap program tersebut dapat menghambat proses produksi atau operasi.
    • Dianggap pengeluaran biaya tambahan, yang sebelumnya tidak diperhitungkan dalam proses produksi.
    • Dengan biaya yang sekecil mungkin dapat keuntungan yang maksimal. Dalam arti setiap pengeluaran yang dianggap tidak menunjang proses produksi secara langsung maka ditiadakan, kadang termasuk mengabaikan faktor keselamatan.
  3. Permasalahan penegakan regulasi oleh pemerintah
    Peraturan perundangan di Indonesia mengenai safety dan aspek-aspek pendukung di dalamnya sebenarnya sudah cukup untuk mewujudkan industrial safety dengan catatan bahwa ada komitmen dari pelaku industri untuk menjalankannya secara konsisten serta adanya law enforcement dari pemerintah untuk menjamin terimplementasinya regulasi-regulasi tersebut. Lemahnya pengawasan dan penegakan regulasi didukung dengan belum semua industri berkomitmen untuk menjalankannya membuat industrial safety masih sulit untuk dicapai.
  4. Karakteristik industri dan proses
    Industri di Indonesia, terutama industri besar rata-rata memiliki karakteristik dengan hazard yang berisiko tinggi, teknologi tinggi, jumlah tenaga kerja yang besar serta proses produksi yang kompleks dengan lokasi kerja di remote area. Hazard dan risiko selalu menjadi fokus utama dalam pelaksanaan industrial safety khususnya melalui upaya manajemen risiko. Jika manajemen risiko berjalan dengan baik, maka pelaksanaan proses produksi dapat berjalan dengan selamat, begitu juga dengan karyawan. Sebaliknya, perusahaan yang belum serius mengelola hazard dan risiko di tempat kerja dapat menimbulkan kecelakaan kerja yang berakibat fatal. Perlu adanya sistem manajemen K3 yang terintegrasi dalam perusahaan.

Rekomendasi

Pelaksanaan industrial safety perlu perhatian khusus. Setelah mengetahui basic causes yang berkaitan dengan keselamatan industri, maka beberapa strategi yang dapat dilakukan, antara lain:

  1. Law enforcement dan optimalisasi kontrol pemerintah
    Karakteristik industri di Indonesia secara umum perlu adanya penegakan regulasi dari pemerintah terkait terhadap suatu industri khususnya industri menengah kebawah dan informal dalam hal sistem manajemen K3. Pemerintah perlu memberlakukan sanksi tegas kepada pelaku industri terhadap pelanggaran regulasi serta penghargaan bagi pelaku industri yang menjalankan dengan baik. Selain itu dapat memberlakukan syarat pemenuhan aspek K3 yang ketat bagi pelaku industri baru. Perlu adanya monitoring dan review secara berkala terhadap regulasi safety di Indonesia.
  2. Komitmen dalam pelaksanaan industrial safety
    Adanya komitmen bahwa keselamatan untuk mewujudkan produksi yang optimal tentu sangat penting dalam industri. Perlu adanya pemahaman bahwa produksi nomor satu dan keselamatan adalah hal yang utama sehingga keselamatan diutamakan tidak hanya dalam rangka mengoptimalkan produksi, tetapi kesejahteraan menyeluruh dari perusahaan dan karyawan. Selain itu, perlu adanya kepemimpinan serta peningkatan secara berkelanjutan terhadap implementasi safety dalam industri.
  3. Membangun konsep dan kemampuan mengenai keselamatan pada semua level industri
    Konsep keselamatan erat kaitannya dengan komitmen dalam pelaksanaan industrial safety. Upaya untuk membangun konsep disertai kemampuan menjalankan industrial safety itu sendiri dapat dilakukan melalui berbagai hal, misalnya:
    • Pendidikan dan training
    • Pelaksanaan manajemen risiko
    • Pelaksanaan sistem manajemen K3
    • Upaya pembentukan safety culture
  4. Kerjasama dari berbagai sektor
  5. Pemisahan antara pemangku kepentingan bisnis dengan politik/pemerintahan, sehingga perlu ada regulasi pejabat publik terkait dengan bisnisnya

Tags: Industri MigasIndustrial Safetykonsultan k3pelatihan k3Pelatihan K3 Umumpjk3 mawi sarana samawiSafety Trainingsertifikasi k3sertifikasi k3 migas

Mawi Sarana Samawi

Admin website jasa pelatihan dan sertifikasi K3 di Indonesia

  • Previous Investigasi Kecelakaan
  • Next PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PERTAMBANGAN (SMKP) MINERAL DAN BATUBARA

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

  • Investigasi Kecelakaan
  • INDUSTRIAL SAFETY
  • PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PERTAMBANGAN (SMKP) MINERAL DAN BATUBARA
  • Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
  • Contractor Safety Management System (CSMS)/ Pengelolaan K3LL Kontraktor

Pelatihan K3

PT Mawi Sarana Samawi merupakan perusahaan bidang jasa konsultan dan pelatihan K3 bagi perusahaan swasta, perorangan, maupun pemerintahan. Seluruh gambar yang ditampilkan di website ini diunduh melalui Freestockcenter

© Copyright 2025. All Rights Reserved.