Dalam dunia kerja yang memiliki risiko kecelakaan tinggi, persyaratan penerapan K3 harusnya memiliki aturan main yang ketat. Hal ini ditujukan untuk mengurangi risiko terjadinya kecelakaan yang berdampak pada terhambatnya proses pekerjaan. Inilah mengapa perlu diadakan pembinaan, pelatihan, dan sertifikasi K3 bagi pekerja.
Selain itu, guna memastikan penyelenggaraan K3 di perusahaan berjalan secara tertib, perusahaan diwajibkan menyelenggarakan pemeriksaan ketenagakerjaan dan layanan K3 di perusahaan. Lantas, siapa yang berperan memberikan pengawasan dan pemeriksaan K3 di lingkungan perusahaan atau tempat kerja?
Program pengawasan dan pemeriksaan norma K3 di perusahaan
Program pengawasan dan pemeriksaan ketegakerjaan, khususnya pelaksanaan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) di lingkungan perusahaan dapat dilaksanakan oleh pegawai fungsional penguji K3 atau ahli K3. Program pengawasan ini mencakup beberapa hal, di antaranya adalah:
- Pembinaan
- Pemeriksaan
- Pengujian, dan
- Penegakan hukum norma ketenagakerjaan
Melalui artikel ini, kami akan secara spesifik mengulas bagaimana proses pemeriksaan dan pengujian penerapan prosedur atau norma K3 di lingkungan perusahaan. Umumnya, pemeriksaan dan pengujian pelaksanaan prosedur atau norma K3 dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan. Namun, dalam lingkup layanan perusahaan, pemeriksaan dan pengujian ini dapat dilakukan secara rutin oleh ahli K3 yang sudah tersertifikasi secara resmi dan memiliki lisensi dari Kementerian Tenaga Kerja RI.
Salah satu bentuk pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh ahli K3 yang ditempatkan di lingkungan perusahaan adalah dengan melakukan pemetaan potensi bahaya kimia. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai Kepmenaker Nomor 197 Tahun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja. Sementara pedoman teknisnya dapat mengacu pada Kepdirjen PPK No: KEP.84/PPK/X/2012 tentang Tata Cara Penyusunan Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar dan Menengah.
Dengan adanya proses pemetaan potensi bahaya kimia, maka perusahaan Anda sudah mematuhi aturan tenaga kerja sesuai konvensi ILO Nomor 174 tentang Pencegahan Kecelakaan Besar di Industri dan Prevention of Major Industrial Accidents Convention, 1993. Selain melakukan pemetaan potensi bahaya kimia, tentu ada banyak tanggung jawab ahli K3. Misalnya, pencegahan kecelakaan kerja, memberikan evaluasi terhadap pelaksanaan K3, dan lain sebagainya.
Selaras dengan penyelenggaran program pengawasan dan pemeriksaan K3, setiap perusahaan diwajibkan melakukan peningkatan kapasitas SDM-nya terhadap bidang K3. Sumber daya manusia di bidang K3 sendiri terdiri dari beberapa jenis keahlian dan keterampilan, seperti ahli K3 umum, ahli K3 spesialis, auditor SMK3 atau sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja, teknisi, operator, dan lainnya. Bahkan, bukan hanya profesi, melainkan juga bidang kerja, seperti pesawat uap (boiler), bejana tekan, pesawat angkat dan angkut, pesawat tenaga kerja dan produksi, listrik dan penangkal petir, dan lainnya.
Kegiatan peningkatan kapasitas SDM perusahaan di bidang K3 dapat dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan. Misalnya saja, pelatihan, pembinaan, sosialisasi, uji kompetensi, sertifikasi K3, workshop, dan lain sebagainya. Namun, yang terpenting adalah tiap perusahaan diwajibkan memiliki ahli K3 umum dan spesialis sesuai dengan kebutuhan dan bidang usahanya.
Baca juga: Penerapan K3 di Industri Pariwisata, Bagaimana Caranya?
Apa itu ahli K3?
Ahli K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) merupakan perpanjangan tangan dari Kementerian Ketenagakerjaan RI dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penerapan K3 di perusahaan. Ahli K3 juga memiliki tanggung jawab untuk membantu pemberi kerja dalam mengawasi, memantau, dan meningkatkan pelaksanaan K3 sesuai peraturan perundang-undangan.
Penunjukan ahli K3 pun tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Untuk itu, melakukan konsultasi kepada perusahaan jasa keselamatan dan kesehatan kerja (PJK3) dapat menjadi solusinya. Adapun yang tergolong sebagai PJK3 sesuai Permenaker Nomor 4 Tahun 1995 di antaranya adalah jasa konsultan K3, seperti PT Mawi Sarana Samawi.
Jika sudah memenuhi syarat sesuai regulasi/peraturan perundangan-undangan K3, maka selanjutnya akan diberikan Surat Keputusan Penunjukan (SKP) atau lisensi dari pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan. Pemberian lisensi beserta kewenangannya menjadi salah satu upaya pemerintah dalam memastikan penerapan layanan dan norma K3 berjalan secara tertib.
Nah, materi apa saja yang biasa didapat dalam kegiatan pelatihan dan pembinaan K3 bagi pekerja di perusahaan? Bagaimana standarisasi kompetensi K3 yang sesuai peraturan perundang-undangan?
Materi pelaksanaan K3 biasanya meliputi ergonomi kerja, psikologi kerja, gizi kerja, higienitas dan sanitasi, pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, pencegahan dan penanggulanganan Covid-19 atau jenis penyakit lainnya, dan materi lainnya. Namun, secara umum substansi dari pelaksanaan pelatihan K3 tersebut ditujukan agar budaya K3 dapat terlaksana sehingga dapat mencegah dan meminimalkan angka kecelakaan kerja.
Standarisasi kompetensi K3
Penting untuk diingat, penyelenggaraan sertifikasi K3 tidak bisa dilakukan secara sembarang dengan menunjuk perusahaan yang tidak memiliki wewenang. Umumnya, lembaga yang memiliki peran utama dalam penyelenggaraan kegiatan ini adalah BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Kompetensi Profesi) dan LSP. Program standarisasi kompetensi juga dilaksanakan melalui pembentukan dan pengembangan SKKNI bidang K3, pelatihan berbasis SKKNI, dan uji kompetensi K3 sesuai SKKNI.