K3 Industri Migas – Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau yang biasa disingkat K3 dalam pencarian minyak dan gas di Indonesia dimulai pada tahun 1871. Peraturan pertambangan minyak dan gas pertama kali dikeluarkan pada tahun 1899 oleh Indische Minjwet yang mengatur hak dan kewajiban pemegang konsesi (Wilayah Otoritas Penambangan untuk pemerintah).
Sejarah K3 di Industri Migas
Bisnis pertambangan minyak dan gas (migas) telah mengalami pembenahan sistem konsesi di era kolonial Belanda untuk menjadi sistem perjanjian kerja setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 44 tahun 1960 dan Kontrak Bagi Hasil (PSC) yang beroperasi sejak awal tahun kegiatan di lepas pantai Indonesia pada tahun 1966.
Sejak awal, hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan bisnis pertambangan minyak dan gas (migas) telah menjadi masalah besar yang perlu dipantau secara ketat oleh pemerintah Indonesia.
Bisnis pertambangan minyak dan gas (migas) memiliki resiko yang sangat tinggi. Oleh karena itu, untuk mendorong motivasi agar meningkatkan kinerja di bidang keselamatan operasional di sub-sektor minyak dan gas, kebijakan untuk pemberian penghargaan keselamatan minyak dan gas, sertifikasi tenaga teknis minyak dan gas, serta sertifikasi instalasi dan peralatan harus terus dilakukan secara berkala.
Ruang Lingkup Keselamatan Kerja
Dalam Undang Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 2, dijelaskan bahwa ruang lingkung keselamatan kerja dalam segala tempat, baik di darat, dalam tanah, permukaan air, maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaaan hukum Republik Indonesia.
Dasar Hukum yang Mengatur K3 Migas
Dasar hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ini diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. Permenaker tersebut sekaligus mencabut peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan di Tempat Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja.
Sementara itu, terdapat dasar hukum yang mengatur kewajiban dan hak tenaga kerja sebagaimana yang telah disebutkan pada Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pasal 12. Sedangkan untuk tugas dan kewajiban seorang pengurus atau pengawas diatur pada pasal 8, 9, 11, dan 14.
Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden terkait penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khususnya di lingkungan kerja minyak dan gas (migas), di antaranya adalah sebagai berikut.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Migas
- Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
- PP Nomor 34 Tahun 2005 tentang Kegiatan Hulu Migas
- PP Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas
- SK Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kerja No 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Kerja di Ketinggian
Bekerja di bidang eksplorasi minyak lepas pantai juga memiliki potensi bahaya yang luar biasa. Untuk dapat bekerja di sektor ini, biasanya perusahaan akan memilih orang-orang yang berpengalaman karena durasi kerja di rig lebih lama dari pekerjaan kantor, yaitu 12 jam.
Standar keamanan bekerja di sektor pertambangan sangatlah tinggi. Setiap karyawan wajib dilengkapi pakaian dan sepatu tahan api, helm, rompi, pelampung, dan perlengkapan keamanan lainnya. Begitu juga dengan safety kit atau keselamatan pendukung lainnya.
Selain itu, karyawan yang bekerja di sub-sektor ini harus memahami cara pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan kerja. Hal ini disebabkan karena rig lepas pantai berada di tengah lautan dan sangat jauh dari fasilitas kesehatan seperti rumah sakit maupun pusat kesehatan masyarakat.
Tugas Serta Kewajiban Pengawas dan Pengurus Keselamatan Kerja
Sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, adapun yang dimaksud pengawas dalam pasal 4 s.d 8 adalah:
- Direktur, yang melakukan pengawasan umum pelaksanaan Undang Undang
- Pegawai Pengawas dan Ahli Keselamatan Kerja, yang melakukan pengawasan langsung terhadap pelaksanaan kerja
Sementara kewajiban pengawas antara lain sebagai berikut:
- Diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimaknya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
- Diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah kepemimpinannya secara berkala kepada dokter yang ditunjuk oleh pengurus dan dibenarkan oleh direktur.
Pengurus juga diwajibkan dalam melakukan penunjukan dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan terhadap tenaga kerja baru. Penjelasan tersebut di antaranya harus memuat beberapa unsur, di antaranya sebagai berikut.
- Kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat kerja
- Alat pengaman dan perlindungan yang harus dikenakan selama bekerja
- APD bagi tenaga kerja yang bersangkutan, dan
- Cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaan
Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja
Dalam Undang Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 12, dijelaskan bahwa kewajiban dan hak tenaga kerja adalah sebagai berikut.
- Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau keselamatan kerja
- Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan
- Memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan
- Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan
- Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri (APD) yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masing dipertanggungjawabkan
Kewajiban Saat Memasuki Tempat Kerja
Semua pekerja yang berada di area kerja wajib menaati petunjuk keselamatan kerja serta menggunakan alat-alat perlindungan diri (APD) yang telah diwajibkan. Adapun peralatan perlindungan diri secara umum di antaranya adalah sebagai berikut:
- Sepatu safety (pengaman)
- Sarung tangan
- Masker
- Penyumbat telinga
- Kacamata safety
- Pelindung wajah
- Helmet Head Protection (Helm pengaman)
- Safety Harnerss, yang merupakan alat perlengkapan diri yang bentuknya seperti sabuk pengaman yang umumnya digunakan seseorang yang pekerjaannya berhubungan dengan ketinggian.’
- Dan peralatan khusus lainnya
Klasifikasi Kecelakaan Kerja di Industri Migas
Dalam kegiatan bisnis di industri minyak dan gas (migas), kecelakaan kerja dibagi menjadi empat klasifikasi, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Ringan, kecelakaan yang tidak menyebabkan hilangnya hari kerja (pertolongan pertama).
- Sedang, kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya hari kerja (tidak dapat bekerja sementara) dan diduga tidak akan menyebabkan cacat fisik dan / atau spiritual yang akan mengganggu tugas kerja.
- Bobot, kecelakaan yang menyebabkan hilangnya hari kerja dan diperkirakan menyebabkan cacat fisik atau spiritual yang akan mengganggu pekerjaan.
- Mati / fatal, kecelakaan yang menyebabkan kematian langsung atau dalam 24 jam setelah kecelakaan.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengamanatkan bahwa setiap badan usaha dan atau perusahaan harus menjamin standar dan kualitas keamanan kerja, menerapkan prinsip-prinsip teknik yang baik, keselamatan kerja serta manajemen kesehatan dan lingkungan yang baik, juga memprioritaskan penggunaan tenaga kerja lokal dan produk dalam negeri.
Melalui penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa K3 Industri Migas adalah ketentuan yang mengatur tentang standarisasi peralatan, sumber daya manusia, pedoman umum untuk instalasi migas sehingga proses instalasi dapat beroperasi secara andal, aman, dan ramah lingkungan.
Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang aman dan sehat bagi pekerja (K3), aman untuk masyarakat umum (KU), aman untuk lingkungan (KL), maupun aman dan andal untuk instalasi migas itu sendiri (KI).
Sementara K3 industri migas adalah perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan pekerja untuk menghindari kecelakaan di tempat kerja. Agar keselamatan pekerja dapat tercapai, seluruh persyaratan haruslah dipenuhi.
Beberapa persyaratan yang dimaksud tentunya termasuk standarisasi kompetensi, tempat kerja dan lingkungan kerja yang baik, serta prosedur kerja dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang tepat guna.
Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Adapun tujuan dari keselamatan kerja dan inspeksi kesehatan di perusahaan minyak dan gas (migas) di antaranya adalah sebagai berikut.
- Mencegah kecelakaan kerja
- Mencegah penyakit karena bekerja
- Memastikan keamanan lingkungan kerja
- Memelihara proses dan produktivitas kerja
Sedangkan manfaat dari terselenggaranya pemeriksaan K3 pada industri minyak dan gas secara berkala adalah sebagai berikut.
- Dapat mengetahui apakah terdapat penyimpangan / konflik dari program yang telah ditentukan
- Untuk menghidupkan kembali minat pada keselamatan kerja
- Mengevaluasi standar keselamatan kerja
- Sebagai bahan untuk rapat keselamatan
- Untuk memeriksa kelayakan fasilitas kerja
Referensi:
- Mengenal Keselamatan dan Kesehatan Kerja Migas. https://oilandgasmanagement.net/keselamatan-kesehatan-kerja-migas/
- Winarso Arso. Peraturan Perundangan. https://www.slideshare.net/winarsoone/2-peraturan-perundangan-41857668
- Pengertian Safety Harness, Fungsi dan Macamnya. http://www.griyasafety.com/index.php?route=blog/article&article_id=43
- Alat-Alat Keselamatan Kerja Pertambangan dan Konstruksi. http://www.alatberat.com/blog/alat-alat-keselamatan-kerja-pertambangan-dan-konstruksi/
Daftar Pustaka:
- Undang Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja