Menerapkan K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja di area kerja merupakan hal yang penting. Terlebih lagi jika Anda bekerja di sektor industri yang memiliki tingkat risiko tinggi. Selain bidang konstruksi dan migas, salah satu sektor yang perlu menerapkan K3 adalah industri pariwisata. Kondisi ini tidak hanya berlaku dalam proyek, melainkan juga kegiatan pascaproyek atau pembangunan.
Mengapa sektor pariwisata membutuhkan penerapan K3 dengan ketat? Hal ini karena banyak masyarakat umum yang terlibat dalam aktivitas pariwisata, mulai dari perjalanan keberangkatan, kedatangan, hingga kembalinya ke tempat asal. Misalnya saja di tempat umum, seperti hotel, taman/objek wisata, dan lainnya. Dengan begitu, perencanaan evakuasi dan mitigasi bencana, termasuk penerapan K3 wajib diperhatikan.
Penerapan K3 di industri pariwisata
Penerapan K3 di industri pariwisata akan sangat membantu meningkatkan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi setiap orang yang terlibat di dalamnya. Bukan hanya setiap karyawan atau pelaku pariwisata. Melainkan juga wisatawan yang berkunjung ke destinasi wisata.
Kali ini, kami akan mengulas secara lebih detail bagaimana penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di industri pariwisata. Simak penjelasannya berikut ini dengan seksama, ya!
Apa itu K3?
Sebelum kami mengulas lebih jauh mengenai tips penerapan K3 di industri pariwisata, kami akan menjelaskan apa itu K3.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik untuk pekerjaan, perusahaan, maupun untuk masyarakat dan lingkungan di sekitar tempat bekerja. Adapun dasar hukum mengatur keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia salah satunya adalah Undang-Undang Republik Indonesia No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Republik Indonesia No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dengan begitu, keselamatan dan kesehatan kerja di bidang pariwisata merupakan bentuk aktivitas atau upaya guna mewujudkan destinasi wisata yang terjamin keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kenyamanannya. Adapun yang dimakasud destinasi wisata di sini adalah objek wisata (alam, budaya, buatan, dsb), hotel atau bentuk akomodasi lainnya, restauran, dan sebagainya.
Lantas, mengapa industri pariwisata memerlukan penerapan K3?
Secara umum, adapun fungsi pelaksanaan atau penerapan K3 adalah sebagai berikut:
- Sebagai pedoman untuk mengidentifikasi, menilai risiko dan bahaya untuk keselamatan dan kesehatan di lingkungan kerja (dalam hal ini kawasan wisata).
- Membantu memberikan saran tentang perencanaan, proses pengorganisasian, desain tempat kerja, dan implementasi pekerjaan.
- Sebagai pedoman dalam memantau kesehatan dan keselamatan pekerja di lingkungan kerja.
- Memberikan saran tentang informasi, pendidikan, serta pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja.
- Sebagai pedoman dalam menciptakan desain, metode, prosedur, dan program pengendalian bahaya, termasuk juga dalam kegiatan mitigasi bencana.
- Sebagai referensi dalam mengukur efektivitas langkah-langkah pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya.
Baca juga: Bagaimana Cara Memberikan Pertolongan Pertama saat Kondisi Darurat?
Manfaat dan tujuan penerapan K3 di industri pariwisata
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat K3 di industri pariwisata adalah sebagai berikut.
- Melindungi tenaga kerja dan wisatawan selama selama melaksanakan aktivitas pekerjaan ataupun wisata terhadap risiko bahaya yang dapat mengganggu keselamatan dan kesehatan.
- Mencegah penyimpangan kesehatan pekerja bidang pariwisata sebagai akibat dari bidang pekerjaan yang ditekuni.
- Meningkatkan kualitas kawasan wisata baik dari sisi keamanan maupun CHSE (Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability).
- Menciptakan bisnis yang berkelanjutan sehingga mampu memberi dampak positif terhadap negara, daerah, dan masyarakat umum.
Selain untuk mencegah serta menurunkan terjadinya kecelakaan/penyakit akibat aktivitas wisata, terdapat beberapa tujuan pelaksanaan K3 di sektor pariwisata. Secara spesifik, adapun tujuan penerapan K3 bagi pelaku/pemilik bisnis adalah sebagai berikut:
- Setiap proses produksi dapat berjalan dengan lancar.
- Setiap sumber produksi dapat digunakan dengan aman, lancar, dan efisien.
- Semua sarana dan prasarana, seperti alat-alat kerja, bangunan, mesin, dan instalasi yang tersedia di tempat wisata dapat digunakan dengan baik dan sesuai dengan SOP.
- Kondisi lokasi kerja menjadi lebih bersih, aman, dan nyaman serta dapat meningkatkan semangat kerja bagi para karyawan.
Potensi bahaya di industri pariwisata
Potensi bahaya atau hazard merupakan suatu kondisi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja sehingga berdampak terhadap kerugian bagi pemilik bisnis ataupun tenaga kerja. Kondisi kecelakaan yang dimaksud adalah luka, ketidakmampuan melakukan fungsi yang telah ditetapkan, cedera, dan sebagainya.
Cakupan bahaya di bidang industri pariwisata cukup kuat. Terlebih lagi di setiap jenis usaha memiliki potensi bahaya yang dapat memengaruhi kesehatan dan keselamatan bagi masyarakat (pekerja ataupun wisatawan).
Adapun potensi bahaya yang dapat timbul di bidang pariwisata adalah sebagai berikut:
- Lingkungan, baik lingkungan alami maupun lingkungan buatan. Misalnya tanah longsor, banjir, pohon tumbang, dan lainnya.
- Manusia (human error), seperti kesalahan dalam penggunaan alat-alat kegiatan wisata. Misalnya saja dalam aktivitas jeep offroad, outbound, flying fox, dan lainnya.
- Peralatan, baik bahaya terpadu, salah penggunaan, ataupun peralatan yang tidak memenuhi syarat keamanan fungsi. Misalnya saja peralatan yang sudah aus dan tidak pernah mendapatkan maintenance.
Tips penerapan K3 di sektor pariwisata
Mengingat cukup banyak potensi yang dapat muncul, terdapat beberapa cara pencegahan kecelakaan di bidang usaha pariwisata. Adapun tips penerapan K3 di sektor pariwisata (baik jasa perhotelan, transportasi, tempat wisata, ataupun jasa biro perjalanan) adalah sebagai berikut:
- Mengikuti pelatihan K3 atau setidaknya mitigasi bencana dan P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan).
- Membuat perencanaan evakuasi dan mitigasi bencana yang didokumentasikan dengan baik. Dalam hal ini, pihak pemilik bisnis pariwisata dapat melibatkan konsultan pariwisata ataupun konsultan K3 berpengalaman.
- Membentuk SOP jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan atau bencana.
- Mengusahakan agar tempat wisata/jasa wisata yang ditawarkan sudah tersertifikasi CHSE.
- Mengonsep atau mendesain bangunan yang laik fungsi dan mengutamakan aspek keamanan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
- Bekerja sama dengan fasilitas kesehatan atau pihak aksi tanggap bencana seperti Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelematan, BNPB, satgas, puskesmas pembantu, dan lainnya.
- Menempatkan perlengkapan pencegahan kecelakaan, seperti APAR (alat pemadam api ringan), kotak P3K, atau hydrant di tempat-tempat strategis.
- Memastikan setiap SOP K3 dilaksanakan dengan ketat oleh setiap petugas.
Itulah rangkuman informasi tentang K3 di bidang pariwisata yang perlu Anda ketahui. Jika Anda ingin mendapatkan pelatihan dan pendampingan mengenai K3 di tempat wisata, segera konsultasikan bersama PT Mawi Sarana Samawi.