
Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau yang dikenal dengan K3 memiiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Untuk itu, K3 menjadi salah satu program yang harus menjadi prioritas nasional untuk dilaksanakan dan ditingkatkan secara berkelanjutan. Di samping itu, pembudayaan K3 mempunyai peran melindungi dan mencegah kehilangan sumber daya manusia (pekerja) sebagai aset penting dan strategis (human capital assets).
Penerapan dan pembudayaan K3 yang berhasil tentunya dapat mewujudkan Indonesia yang maju dan berdaya saing. Lantas, apakah pembudayaan K3 hanya berlaku di sektor atau bidang usaha konstruksi? Untuk mendapatkan jawabannya, silakan simak artikel ini sampai tuntas.
Tantangan pembudayaan K3
Jika diukur dari pelaksanaannya, tantangan pembudayaan K3 di lingkungan perusahaan atau lingkungan kerja makin kompleks. Hal ini diakibatkan oleh makin majunya industri dan penggunaan teknologi. Untuk itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan selaku leading sector K3 selalu melakukan kampanye K3, baik melalui regulasi maupun bentuk program peningkatan kompetensi SDM.
Sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada pegawai/pekerjanya selain memberikan hak atas upah tentunya memastikan mereka bekerja dengan aman dan nyaman. Adapun program yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
- Meningkatkan pemahaman, komitmen, dan partisipasi K3 bagi pihak pengusaha dan pekerja.
- Mengalokasikan anggaran program peningkatan pengetahuan dan implementasi K3 melalui dana khusus dari perusahaan/pemberi kerja.
- Meningkatkan kualitas pengawasan ketenagakerjaan di lingkungan area kerja.
- Menunjuk ahli K3 dan memberikannya wewenang dalam pelaksanaan K3 di lingkungan perusahaan/area kerja.
- Mengikutsertakan pekerja dalam kegiatan sosialisasi, workshop, pembinaan, pelatihan, dan sertifikasi K3 sesuai bidang pekerjaannya.
Penerapan K3 sektor non konstruksi
Pembudayaan K3 bukan hanya tanggung jawab bagi pengusaha ataupun pekerja yang bekerja di bidang konstruksi. Pembudayaan K3 berlaku juga untuk sektor lain, seperti kesehatan, ESDM, perhubungan, pariwisata, pertanian, dan sektor lainnya.
Lantas, bagaimana bentuk pelaksanaannya?
K3 di sektor kesehatan
Sektor kesehatan merupakan salah satu sektor yang sangat strategis karena menyangkut langsung terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Bayangkan, mulai sebelum lagir, saat kelahiran, hingga menutup usia, banyak manusia yang menggunakan fasilitas kesehatan, baik dalam bentuk rumah sakit, puskesmas, ataupun klinik.
Faktanya, area kerja di lingkungan fasilitas kesehatan memiliki risiko terhadap kecelakaaan kerja dan penyakit akibat kerja, salah satunya yang disebabkan kuman/bakteri/virus. Di samping itu, limbah alat kesehatan juga termasuk ke dalam limbah berbahaya bagi kesehatan.
Untuk mengatur dan mengoptimalkan pembudayaan K3 di sektor kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan peraturan mengenai kesehatan kerja dan K3. Selain itu, terdapat aturan mengenai pembentukan unit kerja yang membidangi K3 secara langsung.
K3 di sektor ESDM
ESDM dikenal sebagai salah satu sektor yang menyumbang devisa cukup tinggi bagi negara. Meski demikian, sektor ini lebih memiliki risiko bahaya tinggi dibanding kesehatan. Sebut saja bahaya akibat kelalaian dalam pekerjaan di bidang pertambangan dan migas. Selain dapat melukai/menghilangkan nyawa pekerja, kecelakaan kerja di sektor migas dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Untuk mengontrol pelaksanaan dan pembudayaan K3 di sektor ESDM, Kementerian ESDM telah mengeluarkan peraturan tentang K3 terkait sektor pertambangan dan migas. Misalnya saja, Permen ESDM No. 18 Tahun 2018 dan Permen ESDM No. 26 Tahun 2018.
Di samping itu, bentuk layanan K3 yang diberikan melalui kementerian ESDM antara lain:
- Memberikan pembinaan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi pengawas K3 bagi sektor migas.
- Inspeksi kegiatan usaha dalam penerapan K3 kepada pelaku usaha sektor ESDM secara berkala.
K3 di sektor perhubungan
Risiko kecelakaan kerja di sektor perhubungan juga relatif lebih tinggi, baik itu perhubungan darat, laut, maupun udara. Kecelakaan yang terjadi pada sektor perhubungan bahkan sering mengakibatkan kematian dan luka-luka. Dengan begitu, pembudaayaan dan pelaksanaan K3 di sektor perhubungan difokuskan untuk melindungi pengguna jasa transportasi dan masyarakat lainnya dari risiko kecelakaan.
Beberapa peraturan tentang K3 terkait sektor perhubungan telah diterbitkan, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Unit kerja yang berkaitan dengan K3 sektor perhubungan juga melekat di setiap satuan kerja di lingkungan Kementerian Perhubungan.
K3 di sektor perindustrian
Kementerian Perindustrian telah mengimplementasikan dan menggalakkan berbagai program terkait pembudayaan K3. Beberapa peraturan tentang K3 di sektor perindustrian antara lain Permenperin Nomor 23 Tahun 2013 tentang perubahan Permenperin Nomor 87 tahun 2009 tentang Global Harmonized System (GHS) dan label B3.

K3 di sektor pariwisata
Sektor pariwisata ini menjadi tempat kerja sekaligus tempat publik yang banyak dikunjungi orang, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara. Di sisi lain, sektor pariwisata memiliki risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang tinggi.
Sebut saja yang belum lama ini terjadi, pandemi Covid-19 di mana pada akhirnya membuat Kementerian Pariwisata membuat kebijakan untuk menutup banyak lokasi wisata sampai pandemi mengalami penurunan. Di samping itu, penerapan dan pembudayaan K3 di sektor pariwisata dapat meningkatkan kualitas dan daya saing kepariwisata di tingkat global.
Baca juga: Penerapan K3 di Industri Pariwisata, Bagaimana Caranya?
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah melaksanakan berbagai program terkait K3, salah satunya adalah program pembudayaan K3 sektor perhotelan. Terdapat pula Permen lain yang mengatur pembudayaan K3, seperti Peraturan Menteri Parekraf Nomor 4 Tahun 2021, Peraturan Menteri Parekraf Nomor 18 Tahun 2021, dan SNI 9042:2021 tentang CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability) tempat penyelenggaraan dan pendukung kegiatan pariwisata.